Terapi Psikoanalisa dan Terapi Rational Emotive Therapy RET
Terapi
Psikoanalisa
Psikoanalisa secara umum berarti suatu
pandangan tentang manusia, dimana ketidaksadaran memegang peranan sentral.
Psikoanalisa memandang kejiwaan manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan
yang menimbulkan konflik. Konflik timbul karena ada dorongan-dorongan yang
saling bertentangan, baik dari dorongan yang disadari maupun yang tidak
disadari. Tokoh utama dari psikoanalisa adalah Sigmund Freud. Teori dan teknik
Freud yang membuatnya termasyhur adalah upaya penyembuhan mental pasiennya yang
dikenal dengan istilah Psychoanalysis dan pandangan mengenai peranan
dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Psikoanalisa sebagai teori
dari psikoterapi menguraikan bahwa gejala neurotik pada seseorang timbul karena
tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan
ingatan mengenai hal-hal yang traumatik pada masa kanak-kanak yang ditekan.
Terapi psikoanalisa adalah teknik pengobatan yang dilakukan
oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya
selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya
selama ini. Teknik ini menekankan menggali seluruh informasi permasalahan dan
menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien. Didalam terapi
psikoanalisa ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah
adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis
dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan
kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta
tujuannya untuk menemui terapis.
Terapi psikoanalisa biasa digunakan atau diterapkan untuk
orang-orang dengan masalah yang berkaitan dengan konsep utama dari psikoanalisa
seperti adanya alam bawah sadar pada manusia yang mampu mendorong 3 prinsip
dasar dari psikoanalisa sendiri (Id, Ego, Super Ego), hal kejiwaan yang
merupakan bagian kesadaran (consciousness) dan
ketidaksadaran (unconsiousness), serta mengedepankan pengaruh
pengalaman-pengalaman dimasa lalu. Contoh beberapa masalah yang dihadapi antara
lain: masalah dalam menjalin hubungan dengan orang lain, masalah yang
berhubungan dengan akademik, depresi, kecemasan, trauma, dan masalah dimasa
lalu yang mengganggu fungsi seseorang melakukan aktifitasnya sehari-hari.
Dalam melakukan terapi psikoanalisa ini ada beberapa teknik
yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut;
Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas sebagai teknik utama dalam psikoanalisis.
Salah satu pasien Freud, menyebut metode free association sebagai
“penyembuhan dengan bicara”. Maksudnya suatu metode terapi yang dirancang untuk
memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa
yang terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi, berbagai fantasi, dan hal-hal
konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong,
apalagi disensor. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang
berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal
dengan katarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai
pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari.
Dalam tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk mendapatkan data-data dari
klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam bawah sadarnya, dengan tehnik
ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia rasakan tanpa ada yang
disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang
sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi
klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk dibelakangnya,
sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat
asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas
untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres,
memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari
perilaku yang tidak disadari).
Interpretasi atau Penafsiran
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam
analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis
transparansi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan,
menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik
itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi
baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi atau
proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut.
Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan
tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien. Analis harus
benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan berbagai dorongan untuk
mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap
penafsiran terhadap berbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut
sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri. Penafsiran oleh analis
harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu
yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Analisis Mimpi
Studi Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan
pandangan-pandangan kritisnya tentang hal ini. Baginya mimpi merupakan
perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran
lewat yang tersamar dan bersifat halusinasi atas keinginan-keinginan yang
terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi
laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas
motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari.
Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan
perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih
dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya.
Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud adalah
adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau semacam
ketidakjujuran batiniah. Oleh karena itu Freud mencetuskan teknik analisis
mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal
yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh pemahaman kepada
masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan
melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke
permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan
“jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut
hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.
Pada teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang
bersifat berulang, menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis
adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol
yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga
dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi
manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung.
Analisis dan interpretasi resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi
dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi
bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk
menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu.
Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang
digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa
dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau
perasaan yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan
untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi
sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi.
Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki
kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang tidak
disadarinya.
Analisis dan interpretasi transferensi
Transferensi adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan
pasien. Transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat
dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan
orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada
analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun.
Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan
sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Dalam keadaan
neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme
pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti.
Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk
menyelidiki ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk
menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal
kehidupannya. Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu
mengembangkan tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami
pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk
menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat
netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran. Transferensi
pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional)
pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif.
Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya
sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis.
Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang
keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses
terapi.
Terapi psikoanalisa ini dapat dihentikan atau dianggap
selesai saat klien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa
mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak
seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku itu.
Terapi psikoanalisa bertujuan untuk mengubah kesadaran individu, sehingga
segala sumber permasalahan yang ada didalam diri individu yang semulanya tidak
sadar menjadi sadar, mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan,
membantu klien menyesuaikan dan mengatasi masalahnya, rekonstruksi kepribadian
serta meningkatkan kontrol ego sehingga dapat menghadapi kehidupan yang
realita, dan mengubah perilaku klien menjadi lebih positif.
Terapi psikoanalisa ini lebih efektif digunakan untuk
mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu
pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien. Apalagi terapi ini memiliki
dasar teori yang kuat. Terapi ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa
yang selama ini tidak disadarinya. Namun terapi ini tetap memiliki kekurangan
seperti diperlukan waktu yang panjang dalam melaksanakan terapi, memakan biaya
yang banyak, dan memungkinkan klien menjadi jenuh saat terapi.
Terapi Rational
Emotive Therapy (RET)
alah satu teori
yang ada dalam kegiatan konseling adalah Rational Emotive Therapy (RET) yang
berasumsi bahwa berpikir dan emosi itu bukan merupakan dua proses yang
terpisah, tetapi justru saling bertumpangtindih dan dalam prakteknya kedua hal
tersebut saling berkaitan.
Unsur pokok
terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua
proses yang
terpisah: pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih
dalam prakteknya kedua hal itu saling berkaitan. Emosi disebabkan dan
dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan
diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik.
Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi orang tersebut, dan merasakan
sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan
kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi
pikiran.
Tujuan utama
terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri
mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya. Kemudian membantu klien agar
memperbaiki cara berpikir, merasa, dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi
mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang.
Tujuan Konseling Rasional-Emotif
Berdasarkan
pandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta
konsep-konsep teoritik dari RET, tujuan utama konseling rasional-emotif adalah
sebagai berikut:
Ø
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir,
keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis
menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan
self-actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan
afektif yang positif.
Ø
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri
sendiri seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa
was-was, dan rasa marah. Sebagai konseling dari cara berfikir keyakinan yang
keliru berusaha menghilangkan dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk
menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan
kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri
Secara lebih khusus Ellis menyebutkan bahwa dengan terapi
rasional-emotif akan
tercapai pribadi yang ditandai dengan:
Ø
Minat kepada diri sendiri
Ø
Minat sosial
Ø
Pengarahan diri
Ø
Toleransi terhadap pihak lain
Ø
Fleksibelitas
Ø
Menerima ketidakpastian
Ø
Komitmen terhadap sesuatu
di luar dirinya
Ø
Berpikir ilmiah
Ø
Penerimaan diri
Ø
Berani mengambil resiko
Ø
Menerima kenyataan
Sebagai suatu bentuk hubungan yang bersifat membantu (helping
relationship), terapi rasional-emotif mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Aktif-direktif:
bahwa dalam hubungan konseling, terapis/ konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b. Kognitif-eksperiensial:
bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari
klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
c.
Emotif-eksperiensial: bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek
emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d. Behavioristik:
bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya
perubahan perilaku dalam diri klien.
e. Kondisional:
bahwa hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu
terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan
terapi konseling.
Berikut merupakan gambaran yang harus dilakukan oleh seorang
praktisi rasional-emotif yaitu:
a. Mengajak,
mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan
emosional dan prilaku.
b. Menantang klien
dengan berbagai ide yang valid dan rasional.7
c. Menunjukan
kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
d. Menggunakan
analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional klien.
e. Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah “in-operative” dan bahwa hal ini
pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan
emosional.
f. Menggunakan
absurdity dan humor untuk menantang irasional pemikiran klien.
g. Menjelaskan
kepada klien bagaimana ide-ide yang irasional ini dapat ditempatkan
kembali atau disubstitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empiric
melatarbelakangi kehidupannya.
h. Mengajar klien
bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, objektif dan logis
dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan
menghayati sendiri bahwa ide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya akan
membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat
perkembangan dirinya.
Teknik-Teknik Terapi
Terapi
rasional-emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif,
dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa macam teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:
Teknik-teknik Emotif (afektif):
1) Assertive
Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
perilaku tertentu yang diinginkan.
2) Sosiodrama,
yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri
secara lisan, tulisan, ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3) Self Modeling,
yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau
mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau
perilaku tertentu.
4) Imitasi, yakni
teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara terus
menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
1) Reinforcement
(penguatan), yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien ke arah
perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian
verbal (reward) ataupun punishment (hukuman).
2) Social Modeling
(pemodelan sosial), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan
perilaku-perilaku baru pada klien.
3) Live Models
(model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan
perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang
kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan
masalah-masalah.9
Teknik-teknik Kognitif
Teknik-teknik
konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan
utama dalam konseling rasional-emotif. Dengan teknik ini klien didorong
dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang
rasional dan logis sehingga klien dapat bertindak atau berperilaku sesuai
sistem nilai yg diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
lingkungannya.
Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1) Home Work
Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan
tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang
diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan
sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan
untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta mengurangi ketergantungan
kepada konselor atau terapis.
2) Assertive.
Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan
perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing (bermain
peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru model-model
sosial). Maksud utama teknik Assertive
Training adalah untuk:
a) Mendorong
kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b) Membangkitkan
kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau
memusuhi hak asasi orang lain;
c) Mendorong
kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan10d) Meningkatkan kemampuan untuk
memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri.
Pendekatan rasional emotif yang dikembangkan oleh Albert
Ellismempunyai kelebihan sebagai berikut:
1. Rasional Emotif
menawarkan dimensi kognitif dan menantang klienuntuk meneliti rasionalitas dari
keputusan yang telah diambil sertanilai yang klien anut.
2. Rasional Emotif
memberikan penekanan untuk mengaktifkanpemahaman yang di dapat oleh klien sehingga
klien akan langsungmampu mempraktekkan perilaku baru mereka.
3. Rasional emotif
menekankan pada praktek terapeutik yangkomprehensif dan eklektik.
4. Rasional emotif
mengajarkan klien cara-cara mereka bisa melakukanterapi sendiri tanpa
intervensi langsung dari terapis.
Kekurangan dari pendekatan ini adalah sebagai berikut:
1 Rasional emotif tidak
menekankan kepada masa lalu sehingga dalamproses terapeutik ada hal-hal yang
tidak diperhatikan.
2 Rasional emotif kurang
melakukan pembangunan hubungan antaraklien dan terapis sehingga klien mudah
diintimidasi oleh konfrontasicepat terapis.
3 Klien dengan mudahnya terbius
dengan oleh kekuatan dan wewenangterapis dengan menerima pandangan terapis
tanpa benar-benarmenantangnya atau menginternalisasi ide-ide baru.
4 Kurang memperhatikan faktor
ketidaksadaran dan pertahanan ego.
Sumber:
Gerald, Corey. (2005). Theory
and Practice of Counseling and Psychoterapy. Thompson learning: USA.
Palmer,
Stephen. (2011). Konseling Psikoterapi diterjemahkan dari Introduction to
Counselling and Psychotherapy. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
D.Gunarsa,
Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Gunung Mulia: Jakarta.
Hartosujono.
Diktat Psikologi. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa: Yogyaka.
Komentar
Posting Komentar